Jumat, 02 November 2007

"BERTOBATLAH KANG JALAL"

"Mengajak Jalaluddin Rakhmat Bertobat "
(Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke 164)

Pada tanggal 19 September 2006 lalu, bertempat> di kampus Universitas Paramadina Jakarta, saya> diundang untuk membahas buku baru dari Dr.> Jalaluddin Rakhmat yang berjudul “Islam dan> Pluralisme: Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan.” Sejak> awal, saya sebenarnya enggan melayani perdebatan> tentang Pluralisme Agama, karena berdasarkan> pengalaman, selama ini, perdebatan seperti itu tidak> banyak membawa manfaat. > > Tetapi, karena ada pertimbangan khusus, undangan> itu saya terima. Beberapa pekan sebelumnya, saya> sudah bertemu dengan Jalaluddin Rakhmat, yang> biasanya dipanggil sebagai Kang Jalal. Dalam forum> tersebut Jalal menyatakan, bahwa “menjadi orang> Kristen yang beramal shalih lebih baik daripada> menjadi orang muslim yang jahat”. Saya sempat kirim> SMS mempertanyakan ucapan dia tersebut. > > Dengan niat ingin berdakwah dan menjelaskan> kekeliruan pandangan “Pluralisme Agama” tersebut di> kampus Paramadina, saya bersedia menghadiri forum> tersebut. Ternyata forum itu sangat ramai.> Pengunjung berjubel memadati ruangan. Maka, sedapat> mungkin, saya mencoba menjelaskan kekeliruan paham> Pluralisme Agama, termasuk yang disampaikan oleh> Jalaluddin Rakhmat melalui bukunya tersebut. Untuk> itu, pada malam itu, saya luncurkan juga buku baru> saya yang berjudul “Pluralisme Agama: Parasit bagi> Agama-agama”. > > Salah satu yang saya kritik keras adalah cara> Jalaluddin Rakhmat dalam mengutip dan menafsirkan> ayat-ayat Al-Quran yang dia katakan sebagai “ayat> pluralis”. Tampak, ada pemutarbalikkan makna> ayat-ayat Al-Quran dengan tujuan untuk melegitimasi> pandangan Pluralisme Agama, seolah-olah Pluralisme> Agama adalah paham yang dibenarkan oleh Al-Quran .> Cara seperti ini sama saja dengan "menjual minyak> babi tetapi diberi cap onta". Ayat-ayat Al-Quran> ditafsirkan dengan semaunya sendiri untuk> membenarkan paham yang salah. > > Dalam bukunya tersebut, misalnya, Jalal mengutip,> pendapat Rasyid Ridha dalam Kitab Tafsir al-Manar> Jilid I:336-338, tentang penafsiran QS al-Baqarah:> 62, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang> beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Kristen,> dan kaum Shabiin, siapa saja yang beriman kepada> Allah, Hari Akhir, dan beramal shalih, maka mereka> akan mendapatkan pahala dari sisi Allah dan tidak> ada ketakutan dan kekhawatiran atas mereka.” > > Dalam ayat ini, menurut Jalal yang mengutip Rasyid> Ridha, kaum Yahudi dan Kristen akan dapat meraih> keselamatan meskipun tidak beriman kepada Nabi> Muhammad saw. Jadi, untuk meraih keselamatan,> seseorang hanya disyaratkan beriman kepada Allah,> iman kepada hari pembalasan, dan beramal saleh –> tanpa wajib beriman kepada kenabian Muhammad saw.> Bahkan, Jalaluddin Rakhmat juga menyatakan:> “Bertentangan dengan kaum eksklusivis adalah kaum> pluralis. Mereka berkeyakinan bahwa semua pemeluk> agama mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh> keselamatan dan masuk sorga. Semua agama benar> berdasarkan kriteria masing-masing. Each one is> valid within its particular culture. Mereka percaya> rahmat Allah itu luas.” > > Pendapat semacam ini sudah pernah dikemukakan oleh> tokoh Pluralis Agama Prof. Abdul Aziz Sachedina,> yang menulis:> “Rashid Rida does not stipulate belief in the> prophethood of Muhammad for the Jews and Christians> desiring to be saved, and hence implicitly maintains> the salvific validity of both the Jewish and> Christian revelation.” (Terjemahan bebasnya: Rasyid> Ridha tidak mensyaratkan iman kepada kenabian> Muhammad bagi kaum Yahudi dan Kristen yang> berkeinginan untuk diselamatkan, dan karena itu, ini> secara implisit menetapkan validitas kitab Yahudi> dan Kristen). (Lihat Abdul Aziz Sachedina, “Is> Islamic Revelation an Abrogation of Judaeo-Christian> Revelation? Islamic Self-identification in the> Classical and Modern Age, dalam Hans Kung and Jurgen> Moltman, Islam: A Challenge for Christianity,> (London: SCM Press, 1994)). > > Baik Jalaluddin Rakhmat atau Sachedina sama-sama> bersikap manipulatif dalam menampilkan pendapat> Muhamamd Abduh dan Rasyid Ridha tentang keselamatan> Ahli Kitab. Mereka hanya mengutip Tafsir al-manar> Jilid I, dan tidak melanjutkan telaahnya kepada> bagian lain Tafsir al-Manar. Jalaluddin Rakhmat> bahkan menyimpulkan bahwa Rasyid Ridha seolah-olah> merupakan seorang pluralis. Padahal, jika mereka mau> menelaah bagian Tafsir al-Manar lainnya, akan dapat> menemukan pendapat Mohammad Abduh atau Rasyid Ridha> yang sangat berbeda dengan kesimpulan mereka itu. > > Dalam forum di Paramadina tersebut, saya bawakan> fotokopian Tafsir al-Manar Jilid IV yang membahas> tentang keselamatan Ahlul Kitab, yang dengan tegas> menyebutkan, bahwa bahwa QS al-Baqarah:62 tersebut> adalah membicarakan keselamatan Ahlul Kitab yang> dakwah Nabi (Islam) tidak sampai menurut yang> sebenarnya kepada mereka, sehingga kebenaran agama> Islam tidak tampak bagi mereka. Karena itu, mereka> diperlakukan seperti Ahlul Kitab yang hidup sebelum> kedatangan Nabi Muhammad saw. > > Sedangkan bagi Ahli Kitab yang dakwah Islam sampai> kepada mereka, Rasyid Ridha menggunakan QS Ali Imran> ayat 199 sebagai landasannya. Kepada mereka ini,> untuk meraih keselamatan, maka harus memenuhi lima> syarat, yaitu:> > (1) beriman kepada Allah dengan iman yang> benar, yakni iman yang tidak bercampur dengan> kemusyrikan dan disertai dengan ketundukan yang> mendorong untuk melakukan kebaikan, (2) beriman> kepada al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi> Muhammad. (3) beriman kepada kitab-kitab yang> diwahyukan bagi mereka, (4) rendah hati (khusyu'),> (5) tidak menjual ayat-ayat Allah dengan harta benda> dunia. > > Abduh mengakui adanya Ahli Kitab yang memenuhi> kelima syarat itu, hanya saja jumlahnya sedikit, dan> mereka itu merupakan orang-orang pilihan dalam hal> ilmu, keutamaan, dan ketajaman penglihatan batin.> Mereka tersembunyi dalam lipatan-lipatan sejarah> atau di lereng-lereng gunung dan pelosok-pelosok> negeri, dan oleh agama resmi mereka malah dituduh> sebagai kafir dan pengikut ajaran sesat. > > Itulah pendapat Abduh dan Ridha tentang> keselamatan Ahli Kitab sebagaimana ditulis dalam> Tafsir al-Manar, yang secara gegabah dimanipulasi> oleh Abdul Aziz Sachedina dan Jalaluddin Rakhmat.> Tindakan memanipulasi pendapat mufassir semacam ini> adalah tindakan yang sangat tidak terpuji, apalagi> digunakan untuk mendukung paham Pluralisme Agama,> yang sama sekali tidak dilakukan oleh Muhammad Abduh> dan Rasyid Ridha. Jika mau mendukung paham> Pluralisme Agama, lakukanlah dengan fair dengan> membuat tafsir sendiri, baik Tafsir Jalaluddin> Rakhmat atau Tafsir Sachedina, tanpa memanipulasi> pendapat ulama atau tokoh yang lain. > > Dengan logika sederhana kita bisa memahami, bahwa> untuk dapat "beriman kepada Allah" dengan benar dan> beramal saleh dengan benar, seseorang pasti harus> beriman kepada Rasul Allah saw. Sebab, hanya melalui> Rasul-Nya, kita dapat mengenal Allah dengan benar;> mengenal nama dan sifat-sifat- Nya. Juga, hanya> melalui Nabi Muhammad saw, kita dapat mengetahui,> bagaimana cara beribadah kepada Allah dengan benar.> Jika tidak beriman kepada Nabi Muhammad saw,> mustahil manusia dapat mengenal Allah dan beribadah> dengan benar, karena Allah SWT hanya memberi> penjelasan tentang semua itu melalui rasul-Nya.> > Sejak lama Jalaluddin Rakhmat dikenal sebagai> pakar dan jago komunikasi massa. Kata-katanya> mengalir dan bisa menyihir orang yang mendengarnya.> Saya melihat, bagaimana hebatnya dia dalam> mempengaruhi orang, apalagi yang tidak sempat> mengecek sendiri ayat-ayat atau tafsir Al-Quran yang> dikutipnya. > > Saya berpikir, alangkah sayangnya, kepandaian dan> kehebatan itu jika digunakan untuk menyesatkan> manusia. Padahal, jika kepandaian itu digunakan> untuk mengajak manusia ke jalan Allah, akan sangat> bermanfaat, bagi diri Jalaluddin Rakhmat sendiri,> maupun bagi umat Islam secara keseluruhan. Selama> ini, Jalaluddin Rakhmat banyak dikenal sebagai> penyebar ide-ide Syiah di Indonesia. Entah mengapa,> dia sekarang meloncat lagi menjadi penyebar ide-ide> Pluralisme Agama, yang amat sangat kacau dan> merusak. > > Tampilnya Jalaluddin Rakhmat sebagai penyebar ide> Pluralisme Agama tentu saja menambah darah baru bagi> para pendukung paham ini. Tetapi, jika ditelaah,> argumentasi yang digunakan masih seputar itu-itu> juga. Ayat-ayat yang dikutip dalam Al-Quran juga> dipilih-pilih yang seolah-olah mendukung paham> Pluralisme Agama. Tetapi, karena pendukung paham ini> kadang begitu pandai dalam mengutip ayat-ayat> al-Quran, bukan tidak mungkin akan banyak orang yang> tertipu, menyangka ‘’minyak babi’’ yang dijajakan> mereka sebagai ‘’minyak onta’’. > > Dengan masuknya Jalaluddin Rakhmat ke dalam> barisan penyebar paham ini, maka sekarang, bagi umat> Islam, sudah makin jelas, di barisan mana Jalaluddin> Rakhmat berada. Di akhir presentasi saya, secara> terbuka, saya mengajak Jalaluddin Rakhmat untuk> bertobat dan kembali ke jalan yang benar, dengan> meninggalkan paham Pluralisme Agama dan kembali> kepada iman Islam. Saya sudah berusaha sekuat tenaga> untuk menjelaskan kekeliruan mereka. Jika mereka> tidak mau menerima, tugas saya untuk menyampaikan> sudah selesai. Terserah mereka, Jalaluddin Rakhmat> dan pendukung Pluralisme Agama lainnya, untuk> mengambil sikap. > > Di atas semua itu, sebagai Muslim, kita patut> merenungkan firman Allah SWT:> "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi> itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia> dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan> kepada sebagian lainnya perkataan-perkataan yang> indah-indah untuk menipu." (QS Al-An’am:112)> > Mudah-mudahan, sebagai Muslim yang mengimani> kebenaran Islam, kita tidak termasuk ke dalam> barisan musuh para Nabi. Amin. (Jakarta, 29> September 2006/www.hidayatull ah.com). > > > > "Perjalanan ribuan mil dimulai dengan satu langkah> kecil"
Diambil dari tulisan Adian Husaini, MA

Tidak ada komentar:

My Album

AYAT-AYAT CINTA